Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mendadak meminta maaf. Pasalnya, dalam waktu dekat warga RI bakal sulit mendapatkan minyak goreng di ritel modern. Dalam hal ini adalah minyak goreng yang dijual ritel modern adalah minyak goreng kemasan bermerek.
Hal ini merupakan bentuk protes peritel karena pemerintah masih menunggak pembayaran utang rafaksi minyak goreng kepada Aprindo sebesar Rp 344 miliar.
Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey mengatakan, setidaknya ada 31 korporasi atau perusahaan anggota Aprindo yang masih belum mendapat pembayaran pemerintah.
“Kami mohon maaf kepada masyarakat ketika kesulitan mendapatkan minyak goreng di gerai-gerai ritel kami,” ujar Roy saat ditemui awak media di bilangan Gatot Subroto, Jakarta, dikutip Jumat (14/4/2023).
Rencana ‘boikot’ minyak goreng premium ini, kata dia, merupakan salah satu opsi sebagai tindak tegas Aprindo kepada pemerintah. Sebab, pada prinsipnya seluruh peritel sudah taat pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 3/2022 yang mana harus menjual minyak goreng satu harga yakni Rp 14.000 per liter tahun lalu.
“Ini salah satu opsi kami karena sampai hari ini (utang rafaksi Rp 344 miliar) belum dibayar,” ujarnya.
Roy mengatakan, Aprindo sudah berulang kali menagih utang ini. Bahkan, dia telah menemui Kementerian Perdagangan (Kememdag) namun belum mendapat jawaban hingga Aprindo kemudian mengadu ke Komisi VI DPR RI.
Aprindo berharap Komisi VI DPR mendorong Kemendag memberikan verifikasi kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) agar utang sebanyak Rp 344 miliar itu bisa segera cair.
Namun nahasnya, semua upaya itu tidak membuahkan hasil, sehingga jalan terakhirnya Aprindo bersurat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Berharap agar ditemukan solusi terbaik dari pembayaran rafaksi tersebut
“Kami masih terus berdiskusi dengan anggota kapan opsi itu direalisasikan, sambil menunggu hasil tindak lanjut dari Presiden. Tapi yang pasti jika dalam waktu dekat tidak ada jawaban, kami akan otomatis stop pengadaan,” pungkas Roy.