Lagi-lagi harga beras kini menjadi polemik di Tanah Air. Ironi rasanya jika membicarakan mahalnya harga beras ketika mengingat bahwa Indonesia merupakan negara agraris yang mampu menghasilkan produk pertanian dalam jumlah besar, termasuk beras.
Sebelumnya, rantai pasok beras menjadi struktur yang rumit. Maka tak terhindarkan jika distribusi beras harus melalui berbagai pihak yang masing-masing tentunya memainkan perannya tersendiri mulai dari tengkuk, penjual grosir, hingga penjual ritel.
Panjangnya rantai pasok memunculkan permainan tersendiri di pasar, Apalagi soal tengkulak. Tengkulak adalah pemain penting dalam rantai pasok karena mereka menghubungkan petani dan penggiling padi.
Tengkulak beroperasi baik di tingkat desa atau di tingkat antar desa. Apabila tengkulak membeli GKP melalui ijon/tebasan, biasanya mereka menentukan harga dengan menghitung produksi padi di total area tanam.
Informasi dan jejaring tengkulak dan pedagang besar biasanya begitu luas, sehingga bisa memainkan harga dan hal ini dulu pernah diberantas oleh pemerintah. Butuh power yang kuat dan tegas untuk menghadapi permainan pasar, hingga harga beras bisa turun.
Untuk fakta saat ini, pemerintah sudah melakukan impor untuk menekan harga, namun kenaikan harga beras sudah terjadi dan diprediksi bakal terjadi hingga Februari mendatang. Dengan kondisi ini, siapa biang keroknya? apakah permainan dulu belum selesai? atau memang stok beras yang kacau yang membuat pedagang tak punya pilihan lain?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat memperingatkan Perum Bulog agar hati-hati terhadap kenaikan harga beras. Menurutnya pada 79 daerah terpantau mengalami kenaikan harga beras yang tidak sedikit.
Berdasarkan pantauan harga beras dari Tim Riset CNBC Indonesia pada kanal PIHPS 19 Januari 2023, harga beras terpantau sudah di atas harga Harga Eceran Tertinggi.
Untuk diketahui, Harga Eceran Tertinggi (HET) berada di Rp 8.300 per kg. Namun, harga beras terus bergerak ugal-ugalan hingga saat ini. Provinsi dengan harga beras paling tinggi ada di Kalimantan Tengah yakni di harga Rp 16.750 per kg.
Dalam catatan CNBC Indonesia, sejumlah pedagang di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) mengungkapkan stok beras kian menipis karena seretnya pasokan dari sentra pertanian yang menjadi lumbung pangan seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.
Stok beras di PIBC sendiri cukup ideal karena masih di atas 20.000 ton. Saat ini stok akhir ada di 20.044 ton. Namun jumlah tersebut menyusut drastis dibandingkan stok awal tahun yaitu 25.462 ton.
Pada hari ini misalnya, stok beras yang masuk ke PIBC 2.823 ton. Sedangkan yang keluar jauh lebih besar yaitu 3.483 ton. Selisihnya ada defisit 660 ton.
Seretnya pasokan beras ke PIBC disinyalir karena belum masuk musim panen sentra-sentra pertanian. Diprediksi, harga beras turun pada awal Maret 2023 dengan catatan tidak ada gagal panen.
Sebagai gambaran, harga beras medium saat di PIBC Rp9.700 per kg hingga yang termahal Rp10.000 per kg. Harga beras sudah di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) pemerintah sebesar Rp9.450 per kg.
Para pedagang di PIBC mengaku kesulitan mendapatkan beras dengan harga rendah. Bahkan beras dari Bulog pun sedikit. Kalau begini, harapan satu-satunya adalah gelontoran beras impor. Dengan adanya beras impor menurut pedagang mampu meredam tingginya harga beras di pasaran karena stok melimpah.
Impor Sudah Dilakukan, Tapi Harga Belum Turun!
Impor beras menjadi sebuah kalimat yang begitu kontroversi di negara Agraris. Tak jarang keputusan pemerintah untuk melakukan impor kerap mengalami penolakan bagi masyarakat. Tapi apalah daya, inilah yang bisa pemerintah lakukan untuk menstabilkan harga, kan?
Akhir tahun lalu, Bulog menegaskan bahwa masih memiliki 295.000 ton dengan kualitas medium, Jika ditambah dengan stok komersial maka stok beras di Bulog hampir 500.000 ton.
Jika di flashback akhir tahun lalu, masih lekat rasanya Bulog begitu percaya diri harga beras turun usai di banjiri impor. Kita coba lihat data impor beras yang dilakukan bulog
Sepanjang periode Januari-November 2022 Indonesia telah melakukan impor sebanyak 326,5 ribu ton. Catat, ini hanya data sampai November.
Riuhnya bulog melakukan impor kembali mencuat di akhir tahun 2022 lalu. Otomatis hingga saat ini volume impornya kian bertambah. Namun harga beras tak kunjung turun usai Bulog mendatangkan 178 ribu ton beras dari target 500 ribu ton.
Dalam catatan CNBC Indonesia, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) mengatakan, pemasukan beras impor sebanyak 500.000 ton bakal rampung di bulan Februari ini. Hingga Desember 2022, kata dia, realisasi impor beras tercatat sebanyak 57.417 ton.
Sementara, data BPS menunjukkan, sepanjang tahun 2022, Indonesia mengimpor beras sebanyak 429.207 ton. Termasuk di dalamnya adalah beras medium, beras pecah, beras ketan, juga beras Basmati dan Hom mali.
Untuk HS 10063009, merupakan jenis beras yang masuk dalam kategori beras yang bisa diimpor oleh Bulog. Pada bulan Desember 2022 tercatat impornya sebanyak 47.167 ton dan di bulan November 2022 sebanyak 757 ton.
Angka impor ini bahkan cukup besar, lantas apa fungsinya untuk menekan harga beras dalam negeri?
Ternyata oh ternyata, impor beras terlambat datang ke Indonesia. Tim Riset CNBC akhir tahun lalu sempat menyinggung soal impor yang terlambat dari Bulog.
Dalam catatannya, Tim Riset pernah memberikan pandangan bahwa salah satu fungsi CBP untuk intervensi harga ketika harga naik tinggi. Lah harga naik tinggi kan di Desember-Januari tapi beras impornya belum ada, bagaimana pemerintah bisa mengintervensi?
Keputusan impor dinilai sudah terlambat. Sebab, impor beras ini perlu proses masih harus melakukan perjanjian dengan pihak eksportir di negara bersangkutan, mencari logistik dan bahkan masa pengiriman bisa berlangsung 2-3 minggu ke Indonesia.
Dan tentu ini terjadi saat ini. Terlambatnya kedatangan beras impor membuat harga terus melonjak hingga sekarang. Namun parahnya dari pihak bulog mengungkap bahwa keterlambatan itu adalah hal yang wajar mengingat cuaca ekstrem yang terjadi akhir tahu lalu.
Kalau kedatangan beras bakal terus meleset dari perkiraan impor ini justru memunculkan berbagai persoalan. Sudah harga beras dalam negeri meninggi, stok kacau, hingga Maret 2023 nanti ketika panen raya di khawatirkan berdampak pada harga gabah di tingkat petani.
Terlebih, musim panen raya terjadi di musim puncak hujan. Biasanya saat itu, harga gabah menjadi rendah di bawah harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah.
Dari HET yang ditetapkan sebesar Rp. 4.200 per kilogram, biasanya harga gabah saat panen raya turun menjadi Rp 4.000 per kilogram. Bahkan, harga bisa lebih rendah sampai Rp 3.500 per kilogram.
Bulog sebetulnya punya cara selain impor untuk memenuhi kebutuhan cadangan beras. Salah satunya dengan membeli langsung dari petani dengan harga yang sudah ditetapkan pemerintah. Persoalannya, Bulog tidak bisa sembarangan membeli beras dari petani.
Mekanismenya diatur lewat Peraturan Menteri Perdagangan No.24/2020 tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah atau Beras.
Beleid itu menetapkan HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp4.200/kg dan di tingkat penggilingan sebesar Rp4.250/kg. Sementara gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan Rp5.250/kg dan di gudang Bulog sebesar Rp5.300/kg. Sedangkan beras di gudang Perum Bulog Rp8.300/kg.
Masalahnya, Bulog sudah tidak bisa lagi memperoleh beras dengan HPP yang sudah ditetapkan lewat Permendag karena harganya sudah di atas HPP. Dengan demikian, impor dinilai menjadi satu-satunya jalan paling masuk akal saat ini.
Selain itu, sejumlah upaya bisa dilakukan pemerintah adalah membenahi masalah-masalah yang ada di hulu produksi beras itu sendiri. Apa saja masalah yang ada dihulu? Yang jelas, produksinya harus ditingkatkan dengan kualitas yang baik, harus dijamin apakah sarana produksi itu sesuai dengan harapan.
Kalau dilihat, produktivitas beras di Indonesia masih terbilang stagnan lantaran terhambat oleh masalah-masalah yang harusnya bisa dibenahi sejak lama. Masalah rantai pasok salah satunya.
Dimana Akar Permasalahan Tingginya Harga Beras Ini? Di Peradang Atau Malah Pemerintah?
Naiknya harga beras ini lebih banyak disebabkan oleh pasokan yang menipis sehingga mengerek harga beras akhir tahun 2022 bahkan sampai saat ini.
Namun, tidak tercapainya target Cadangan Beras Pemerintah (CBP) saat ini karena Bolog tidak maksimal mengisi gudang di masa panen raya Maret hingga Juni 2022 lalu.
Selain itu, persoalan stok data beras antar lembaga yang tidak sinkron dan valid ini yang memicu kekhawatiran pasar hingga akhirnya mendorong kenaikan harga di pasaran.
Berdasarkan telusuran Tim Riset CNBC Indonesia saat ini, pedagang menjual beras dengan harga yang tinggi karena rendahnya supply. Ini sudah masa akhir menjelang panen raya, dan beras yang diimpor bulog belum mampu mengintervensi harga bahkan ada yang belum sampai ke Indonesia.
Pada kenyataannya sebenarnya pedagang tidak suka menjual beras dengan harga yang mahal karena daya beli konsumen rendah. Hal ini diungkapkan oleh Soekam Parwadi Direktur Pasar Komoditi Nasional (Paskomnas) Indonesia.
“Harga beras saat ini disebabkan karena pasokan yang kurang, ditambah lagi saat ini petani belum pada panen, maka harga naik” ungkapnya kepada Tim Riset CNBC Indonesia.
“Pedagang juga tidak suka menjual dengan harga yang mahal, karena daya beli konsumen rendah. Beras mahal juga membutuhkan modal yang lebih besar dengan risiko juga menjadi lebih besar” tambahnya.
Padahal skema operasi pasar yang dijalankan, Bulog mengguyur beras ke pedagang dengan harga Rp8.300 per kg dan pedagang bisa menjual dengan harga maksimal Rp8.900 per kg. Namun diduga karena keterbatasan stok, operasi pasar Bulog pun mampet.
Tapi apalah daya, kenaikan harga beras sudah terlanjur terjadi. Yang bisa dilakukan oleh pemerintah dan Bulog saat ini adalah pertama, bagaimana terus melakukan operasi pasar agar kenaikan harga beras masih dalam batas yang wajar dan tidak dimanfaatkan oleh segelintir pihak untuk mengambil keuntungan.
Kedua, keputusan untuk impor beras pun sudah terjadi, jika suatu saat stok beras banjir ditambah dengan panen raya, pemerintah harus bisa menjamin bagaimana harga di tingkat petani tidak anjlok setelah panen raya.
Ketiga, pemerintah harus berbenah data stok beras yang tersedia agar tak jelas, jika data jelas dan valid otomatis stok dan cadangan beras bisa diperkirakan bisa mencapai level ‘aman’ sampai kapan. Sehingga tak terlambat jika memang harus melakukan impor.